
Berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia pada bulan september. Bertahun-tahun berselang, negara belum memenuhi kewajibannya untuk memberikan keadilan kepada korban.
Halo semua, kali ini aku mau nulis sesuatu yang agak berat tapi penting banget buat kita ingat. Bulan September di Indonesia itu sering banget identik dengan tragedi, luka, dan pelanggaran HAM. Kayak bulan ini jadi “pengingat kelam” bahwa negara kita punya sisi gelap yang ga boleh ditutupi. Aku coba rangkum beberapa peristiwa yang sering disebut dalam catatan September Hitam. Buat kita, September harusnya jadi pengingat: jangan pernah lupa, jangan pernah diam, karena kalau kita lupa, sejarah bisa berulang.
Peristiwa yang masih anget banget. Gelombang demo rakyat di seluruh indonesia meledak di akhir agustus sampai september 2025. Rakyat turun ke jalan dan meneriakan #BubarkanDPR, #PolisiPembunuh, #ResetIndonesia. Semua berawal dari kebijakan ngawur, tunjangan anggota dewan yang gila-gilaan, sampai represi aparat yang merenggut nyawa rakyat sendiri.
Banyak yang bilang, ini momentum #ResetIndonesia. Rakyat udah muak, nurani pemerintah udah mati, dan satu-satunya jalan yang tersisa adalah turun ke jalan.
Munir Said Thalib nama yang selalu muncul kalau ngomongin tentang HAM. Beliau adalah seorang aktivis yang vokal banget dalam mengkritik tentang penculikan, pelanggaran militer, dan keadilan. Namun, Munir diracun arsenik dosis tinggi dalam penerbangan menuju Belanda. 21 tahun berlalu, tapi otak di balik kasus ini ga pernah benar benar diadili.
Tragedi di mana puluhan orang di tembak mati di Tanjung Priok akibat protes kebijakan yang diskriminatif. Semasa Orde Baru, siapa yang bersuara dan melawan akan langsung dibungkam.
Seorang Pendeta di tanah Papua yang vokal dalam mengkritik kehadiran militer di Papua. Beliau ditemukan meninggal dengan luka tembak di lengan kirinya. Diduga bahwa aparat militer yang bertanggung jawab atas wafatnya Pendeta Yeremia, namun sampai sekarang tersangka masih belum saja diadili.
Seorang petani kecil yang menolak tambang pasir di desanya. Dia dibunuh secara keji oleh preman-preman bayaran. Padahal, yang ia lakukan adalah membela tanah dan tempat tinggalnya.
Setelah reformasi, rakyat berharap demokrasi yang lebih baik. Tapi nyatanya, pelanggaran HAM masih saja terjadi. Saat mahasiswa turun ke jalan untuk memprotes RUU kontroversial, aparat lagi lagi menggunakan kekerasan. Belasan warga sipil wafat namun keadilan belum kunjung datang sampai hari ini.
2019 jadi salah satu momen besar perjuangan rakyat menolak undang-undang yang bermasalah dan merugikan. Mereka marah karena revisi UU KPK yang melemahkan pemberantasan korupsi, RKUHP yang bermasalah, sampai kebijakan lingkungan yang abai. Lagi-lagi aparat keamanan bertindak represih hingga menyebabkan jatuhnya korban.
Setelah pemberontakan PKI tahun 1965, Indonesia memasuki masa gelap. Ratusan ribu orang dituduh PKI dan dibunuh tanpa pengadilan dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Keluarga korban hidup dalam stigma sampai hari ini dan tak pernah mendapat pengakuan negara.
September Hitam ini bukan sekedar cerita lama. Ini peringatan bagi kita semua. Setiap tragedi nunjukin hal yang sama: ketika rakyat bersuara, negara tak mendengarkan malahan membalas dengan luka.
Kalau kita diem, korban akan terus dilupakan dan penguasa akan terus ngulangin. Kita ga bisa cuma jadi penonton. Kita harus selalu ingat dan melawan.
September ini, mari kita jadi saksi yang melawan lupa, bukan generasi yang menutup mata. Karena setiap darah yang tumpah, tiap suara yang dibungkam, itu tanggung jawab kita buat terus bersuara.
HIDUP KORBAN, JANGAN DIAM, LAWAN!